Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sebelum Terlambat

Aldo terduduk di balkon kamarnya di Aussie. Ia sedang melanjutkan studinya. Satu hal terbesit di benaknya.  Hal yang sebenarnya sangat ingin dilupakan tetapi ia tak bisa dan memang tak boleh.


10 Tahun yang lalu ..
“Mamii, Aldo ngga ke sekolah ya ma. Males ni ..” teriak Aldo dari kamarnya yang berada di lantai 2.  “Aldo turun sekarang, jangan buang-buang waktu! Emang uang sekolah kamu nyarinya gampang apa? Emang papa nyari uang nyabut daun? Gitu?” teriak papanya tak kalah keras. Dengan langkah terseok-seok Aldo turun ke bawah untuk menyantap sarapannya. Dan tentu saja, melawan keinginannya untuk membolos. Mamanya hanya bisa diam tanpa kata seraya menyiapkan sarapan, sedangkan papanya hanya bisa memandanginya dengan pandangan penuh melecehkan.

Itulah Aldo. Anak tunggal seorang pengusaha yang sangat mapan. Masih kelas 6 SD. Tapi sayang, kelakuannya selama ini sangat mengecewakan. Karena selain sangat melenceng dari ajaran kedua orangutanya, Aldo yang diharapkan dapat meneruskan perusahaan papanya tidak dapat menunjukkan prestasi yang memuaskan. Dan tentu daja ini sangat mengecewakan.

“Kenapa sih, mama sama papa tu ngga pernah ngerti situasi yang lagi dialami sama Aldo? Papa sama mama tu kenapa sih ngga pernah seneng kalo Aldo seneng? Aldo kepengen mbolos ato ngga kan terserah Aldo. Ini kan hidup-hidup Aldo. Kenapa harus kalian atur sih?”kata Aldo dengan kesal. Mamanya hanya diam, papanya membuka mulut, dan berkata :”Kalo hidupmu udah ngga mau papa mama atur, kamu bisa pergi ke hutan. Di sana ngga bakalan ada yang namanya aturan. Kamu bisa mbolos sekolah, bisa teriak-teriak, bisa seenakmu, dan ngga perlu nurutin sapa-sapa kecuali nurutin kata hatimu.” Aldo yang diserang kata-kata yang tentu saja merupakan skak mat bagi Aldo. Ia terdiamdan dengan hati yang kesal, ia melakukan apa yang diinginkan oleh kedua orangtuanya.

“Woii Aldo! Lo perhatiin donk tu guru nyerocos! Masa dari tadi elo cuekin aja tu guru. Elo nyatet aja kagak .. Parah banget sih lo..”  kata Susan setengah berbisik. “Cerewet banget sih lo! Tutup mulutmu dan jangan ngatur gue. Lo ngga punya hak untuk itu!” jawab Aldo tanpa memperhatikan volumenya. Otomatis peluru hitam andalan guru alias penghapus blackboard melayang ke arahnya.

“Aldo, saya sudah bilang berkali-kali. Jangan berbicara selain yang berkaitan dengan IPA. Ujian Nasional sudah dekat. Tidak ada waktu untuk main-main. Mengerti kamu?” ujar Pak Robert. Aldo hanya mengangguk pelan tanpa memandang Pak Robert sedikipun. Memang kurang ajar sifat Aldo, tapi dia juga penakut. Jago kandang.



Sementara itu di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Manado ..
“Memang sudah tak bisa disangkal lagi. Berdasarkan cek kesehatan yang sudah seperti dilakukan, hasilnya ada yang berbeda” kata dr. Yonathan. “Maksud dokter?” tanya Pak Joseph, papa Aldo.  Si dokter mendesah, lalu melanjutkan perkataannya yang sempat disela oleh Pak Joseph,  “ya.. Ny. Anne, istri anda telah mengidap penyakit leukemia mielositik akut. Penyebabnya bisa mungkin dari radiasi, atau bahkan herediter.” Pak Joseph hanya mematung di tempat duduknya. Sedangkan Bu Anne hanya tersenyum. “Kalau begitu, kami pulang dulu. Masalah terapinya, nanti kita bicarakab. Terimakasih, Dok” kata Bu Anne seraya cepat-cepat menarik lengan suaminya yang masih tidak percaya.

“Udahlah pa. Kalau memang harus begini ya sudahlah. Sudah kehendak Tuhan” kata Bu. Anne ketika di mobil. “Mudah saja bilang begitu. Tapi yang ditinggalkan itu low” sahut Pak Joseph. Istrinya hanya tersenyum mendengarkan kata-kata suaminya. “Semua orang toh akan meninggal kan” 

Kini, yang ada di pikiran Bu Anne hanyalah satu, Aldo! Ia sibuk berfikir. Apakah ia memang harus memberitahukannya pada Aldo, atau malah tidak memberitahukan hal ini. Akhirnya setelah berunding dengan suaminya dan memikirkan segala resiko yang akan terjadi, ia memutuskan untuk tidak memberitahukan atas apapun yang sudah terjadi.

Tak lama kemudian, Aldo pulang ke rumah. Ia memutuskan untuk benar-benar menurut. Membereskan barang-barangnya, berganti pakaian, cuci tangan cuci kaki, lalu makan siang dengan benar-benar tahu aturan. Di sela-sela acara makan siang itu, Aldo merasa mengantuk mendengarkan ocehan mamanya. “Aldo, mama cuman minta ke kamu. Tolong nilai kamu di atas 85 semua. Makasih, Nak”  Itu merupakan kalimat yang selalu diutarakan oleh kedua orangtuanya.
                 
            Besok  ada ulangan matematika. Lalu 2 hari selanjutnya ada ulangan IPA. Dan masih banyak lagi ulangan-ulangan lain. Tapi dasar Aldo yang malas, akhirnya ia sama sekali tidak menghiraukan pola belajarnya. Ia hanya terfokus pada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.

Satu demi satu ulangan harian dibagikan. Hasil yang dibagikan tentu saja setimpal dengan jerih payah tiap orang. Aldo yang sama sekali tidak belajar juga mendapatkan nilai yang setimpal. Mamanya hanya bisa diam, sedangkan papanya marah berkepanjangan. Tapi akhirnya Aldo berjanji akan memberikan hasil yang maksimal untuk nilai ujiannya.

Ujian Nasional sudah dekat. Kali ini Aldo ngga mau main-main. Bagi Aldo ini hidup dan matinya. Ia juga teringat dengan janjinya. Dan yang pasti, Aldo akan menepati janjinya.

Pengumuman  kelulusan sudah dikumandangkan. SD Aldo lulus 100%, dan Aldo merupakan the best of the best di sekolahnya. Ia mendapatkan nilai yang sempurna. Maksudnya hampir sempurna. Ia mendapatkan nila 9,75 kecuali matematika. Ia mendapatkan skor 8,50.  Dengan girang ia pulang kerumah.

Di depan rumah, ia melihat banyak orang di dalam rumahnya. “Mungkin temen papa” batinnya. Tapi tak lama kemudian terdengar isakkan. Perasaan tak nyaman menghinggapinya. Beberapa orang menunjuk kearahnya. Papanya pun segera keluar. Matanya sembab. Lalu ia menuntun Aldo ke dalam.

Begitu sampai di dalam, Aldo terpaku. “Oh no!” batinnya. “Mamaaaaaaa .. mama jangan pergi ninggalin Aldo dulu.. ini ma, Aldo uda nepatin janjinya Aldo…. Apa artinya semua ini kalo mama usa ngga ada …. Ini ngga berarti buat Aldo…. Yang berarti buat Aldo tu mama.” Katanya histeris. “Aldo tau mestinya uda sejak dulu Aldo ngebuat mama seneng. Tapi Aldo telat ma… telat…. Maafin Aldo ma…”


Sekarang ..
Aldo tersadar dari lamunannya, Ia segera bangkit, lalu mengambil diarynya. Di halaman pertama tertulis:

Berikanlah yang terbaik bagi orang lain ..
sebelum semua itu terlambat  ..
Berikanlah yang terbaik bagi orang lain ..
karena mungkin saja itu adalah terakhirkalinya kau bertemu dengannya ..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar